Kisah Adam dan Hawa sudah sedemikian melegenda sehingga hampir semua kita
menerima begitu saja. Meskipun banyak diantaranya yang tidak masuk akal, tidak
logis, dan orang cukup terima saja. Diantaranya yang paling sering didengar
bahkan jadi mitos, ialah bahwa Adam diciptakan dari tanah liat yang dibentuk
seperti boneka. Kemudian ditiupkan ruh, sambil diucapkan “Kun Fayakun” maka
jadilah Adam mansuia dewasa yang hidup seketika itu juga.
Setelah itu Adam ditempatkan sendirian di surga. Dan merasa kesepian karena
tidak ada teman, maka Tuhan pun menjadikan isterinya Hawa. Caranya, Tuhan
mengambil salah satu tulang rusuk Adam. Kepada tulang rusuk itu Tuhan
mengucapkan kata yang sama, maka jadilah Hawa sebagai manusia dewasa yang hidup
di dalam surga.
Adam dan Hawa bahagia dan damai, tetapi iblis (setan) merasa dengki, Adam
dan Hawa digodanya, sampai lupa, dan melanggar larangan Tuhan dan Adam dan Hawa
diturunkan ke bumi. Konon yang mula-mula makan buah Khuldi ialah Hawa. Sehingga
timbullah mitos (kepercayaan) bahwa perempuanlah yang sering membuat pria
(suami) menjadi suka berbuat nekad (tidak baik). Demikianlah cuplikan cerita
dalam buku “Ternyata Adam Dilahirkan”, oleh ustadz Agus Mustofa.
Siapa Adam dan Hawa ?
Perjalanan sejarah manusia memang unik dan masih menyimpan berbagai misteri,
dalam artian para pakar, baik ilmuan agama atau lainnya. Apalagi kalau
dihubungkan dengan beberapa pemikir modern sekarang ini diantaranya Agus
Mustofa dalam bukunya “Ternyata Adam Dilahirkan”. Selain itu Nazwar
Syamsu dalam bukunya “Al-Qur’an Dasar Tanya Jawab Ilmiah”. Kedua pemikir
modern ini bertolak belakang pendapatnya tentang Adan dan Hawa. Menurut Nazwar
Syamsu berdasarkan surat Al-Baqarah ayat 35 yang artinya “dan kami katakan”
wahai Adam tinggallah bersama isterimu dalam kebun itu dan makanlah daripadanya
sepuas apa saja apa yang kamu mau. Tetapi janganlah kamu berdua mendekati pohon
pertumbuhan ini (syajarah) nanti jadilah kamu orang yang dzalim.
Menurut Nazwar Syamsu, justru Hawa-lah yang merupakan manusia pertama yang
melahirkan Adam dan yang kemudian menjadi suaminya. Diakui oleh penulis buku
tersebut memang tidak ada ayat suci yang menjelaskan secara jelas bila dan
dengan siapa Adam dikawinkan sehingga Dia dikatakan telah beristeri. Tetapi
orang akan mengetahui secara terang jika sama-sama memperhatikan ayat 3/59,
ayat 2/38, 7/189. 13/38 dan ayat 25/50. Semua ayat suci tersebut jalin
berjalin, saling menambah yang mengisyaratkan tentang sajarah manusia pertama
disetiap planet, sebagaimana yang dimaksud dengan suami istri yang terkandung
dalam ayat 2/35 ini.
Lebih jauh ia menyatakan bahwa di planet Muntaha (langit yang ke tujuh) Adam
dilarang mendekati istrinya karena ia harus berketurunan di bumi sebagai yang
dimaksud ayat 2/30. Dalam hal pohon larangan ini, Nazwar Syamsu mengartikan
dengan arti kiasan larangan mendekati “pertumbuhan”.
Menurut dia istilah sajarah biasa dalam Al-Qur’an berarti pertumbuhan
sebagai yang tercantum dalam ayat 2/35, 7/19. 14/24, 17/60, 23/20, 24/35,
37/62, 37/64, 37/146 dan 56/72 dalam ayat-ayat ini kata syajarah bukan berarti
pohon yang selama ini dipercaya orang (oleh sebagian umat Islam).Sedangkan kata pohon dalam Al-Qur’an dipakai kata sajaru sebagai yang
tercantum pada ayat 16/10, 27/60, 36/80 dan 56/52.
Hanya saja apa yang semestinya tidak terjadi, terjadi juga. Setelah keduanya
diperdaya oleh setan (iblis) yang dimulai oleh sang istri.
Dengan membandingkan maksud ayat 2/36 dan 23/50 akan dikertahui bahwa
manusia di setiap planet dimulai dengan seorang wanita yang melahirkan anak
lelaki tanpa bapa. Dan dari kedua orang tersebut itulah berkembang manusia
ramai sampai sekarang ini khususnya di planet bumi ini. Yang menarik lagi
sekitar Adam dan Hawa ini banyak cerita dongeng yang mengatakan bahwa Adam
diperdaya oleh iblis yang menjelma menjadi ular atau Hawa dilahirkan dari
tulang rusuk Adam dan lain-lain, yang merupakan ajaran yang bersumberkan bible,
genesis 2 : 21, kejadian 2:21, 2:22 dan 3:20.
Mausia pertama bukan Adam? Pendapat di atas kita baca pada buku “Ternyata
Adam Dilahirkan” karya Agus Mustofa pada halaman 222. Menurut dia Adam adalah
generasi kesekian setelah jutaan tahun munculnya spesis manusia di planet biru
ini pendapatnya berdasarkan QS. Al-A’raf (7) : 11 sayangnya katanya, dalam
kitab terjemahan bahasa Indonesia kata “kum” ditafsiri sebagai Adam. Padahal
kata kum bermakna jamak (kalian semua).
Daridua aya di atas penulis buku tersebut berkesimpulan bahwa Allah terlebih
dahulu menciptakan bangsa manusia di muka bumi dengans segala sumber penghidupannya.
Dan kemudian, memilih salah satu diantaranya sebagai khalifah di bumi. Dialah
Adam (Nabi Adam AS). Hal ini ditandai dengan perintah kepada malaikat untuk
bersujud atau menghormat kepada Adam lihat QS. Al Baqarah (2) : 30.
Penjelasan
lain menurut penulis yang memperkuat tentang keterangan diatas ialah sanggahan
para malaikat yang disampaikan kepada Allah, tentang akan terjadinya kerusakan
di muka bumi. Ini mengandung maksud bawa malaikat memang menyaksikan kerusakan
di muka bumi. Ini mengandung maksud bahwa malaikat memang menyaksikan kerusakan
di muka bumi sebelum Adam dijadikan khalifah. Tetapi, karena ada rahasia Allah
dibalik penciptaan Adam tersebut sedangkan para malaikat tidak mengetahuinya.
Mereka (malaikat) akhirnya pasrah dan bersujud (hormat) kepada Adam. Kata
malaikat dalam Al-Qur’an yang artinya, “Maha suci Engkau ya Allah kami hanya
mengetahui apa yang Engkau beritahukan kepada kami….
Simpulan
Dari dua sumber buku di atas, bagaimana kita menyikapinya? Bagi kita
(penulis, lebih cenderung kepada pendapat Nazwar Syamsu yang berpendapat bahwa
Adam dan istrinya Hawa dulunya tinggal di surga, yang dalam surat An Najm
dinyatakan bahwa di Sidratil Muntaha di sisinya (di sana) terdapat surga tempat
tinggal. Di sanalah Adam dan Hawa tinggal sebelum diturunkan ke bumi karena
melanggar larangan Allah. Di sisi lain ada juga yang berpendapat, bahwa Adam
dan Hawa memang benar-benar memakan buah Khuldi (buah larangan), yang setelah
memakan buah tersebut keduanya lupa akan larangan Allah yang tentu saja setelah
dibujuk rayu setan (iblis). Wallahu’alam.